Laptop, Smartphone, iPod, PDA, Blackberry, sudah jamak ditenteng kalangan profesional muda di metropolitan. Peranti yang mencitrakan technology savvy bagi penggunanya itu memang terkesan plug in bagi para eksekutif “meltek” (melek teknologi).
Tapi, selalu ada yang kurang, instrumen teknologi itu tidak bisa mewakili simbol sporty, meski pemakainya rajin ke fitness center.
Lalu, pencarian kaum takut matahari –- berangkat kerja saat matahari belum terbit dan pulang kantor saat matahari sudah tenggelam — ini bertemu dengan sepeda lipat, alias folding bike.
Kereta angin yang bisa dilipat jadi 3–5 bagian ini menjadi pilihan tentu saja bukan karena harganya yang lumayan (Rp 2 juta – puluhan juta), tapi lebih karena bisa mewakili sisi sportif.
Selain itu, sepeda lipat ringkas dan ringan dibawa. Bagasi mobil mini saja bisa membawa dua sepeda lipat. Bahkan, bisa dilipat saat naik bus Transjakarta. Saat jalan macet, tinggal dibuka dan genjot. Praktis.
sepeda-2.jpg
Bagaimana mereka memakai gadget baru itu? Setelah jam kantor, di saat weekend, adalah waktu ideal para monorers (penyepeda). Mereka juga sering bersepeda sambil berwisata kuliner.
Boleh dibilang, sebagian pemakai sepeda lipat bergabung dalam milis id-foldingbike — sebuah milis yang dimotori oleh para pengguna Blackberry, yang bernaung di milis id-blackberry.
Sambil touring biasanya para monorers juga tetap berkomunikasi menggunakan gadget elektroniknya, bahkan berkirim foto, untuk bikin keki yang lain yang kebetulan nggak lagi gabung. Makanya, ada yang bilang gadget dan folding bike sudah tak terpisahkan.
Lho? “Lha iya kan, folding bike kan juga sudah jadi salah satu gadget, melengkapi gadget-gadget lain yang ada,” ujar salah satu teman yang sudah punya Blackberry dan tergolong sepeda lipat addicted.
Yang unik, jika harga gadget bekas makin turun, tidak demikian halnya dengan harga folding bike. Contohnya, harga sepeda Dahon Curve D3 yang lucu dan digemari para penyepeda perempuan, di 2008 harga bekasnya malah lebih tinggi 25 persen ketimbang harga baru 2007.
Dan seperti halnya menggemari gadget, gadget nonelektronik ini pun bisa bikin kecanduan. Kecanduan untuk mempercantik penampilannya, tambah aksesori ini dan itu, upgrade perfomanya, ganti model yang lebih canggih, dan sebagainya. Apalagi jika pengedar ”racun”-nya beredar di sekitar kita dan di gadget elektronik kita.
Dan, aku pun sudah mulai kecanduan ….
Tidak ada komentar:
Posting Komentar